Kisah Raja Bangun Istana, Robohkan Gubuk Si Nenek Miskin
Bagikan ini :

Dikisahkan oleh Abdul Mun’im yang ia peroleh dari ayahnya, Wahab, ada seorang raja yang sedang membangun istana tinggi nan megah. Pada saat yang sama, tidak jauh dari area pembangunan, ada gubuk milik nenek miskin yang menjadi tempat tinggalnya dan sering digunakan untuk beribadah kepada Allah. Suatu hari, raja melakukan sidak untuk memantau perkembangan pembangunan istana yang kelak akan ia tempati. Bersama sejumlah pejabat dan kepala proyek, ia pun berkeliling untuk memastikan kelancaran pembangunan. Saat pandangannya mengarah ke seberang, ia pun melihat sebuah gubuk. “Apa itu?” tanya sang raja, sebagaimana dikisahkan oleh Ibnu Jauzi dalam Kitab ‘Uyunul Hikayat “Itu adalah gubuk tempat tinggal seorang perempuan,” kata salah seorang yang mendampingi sang penguasa. Merasa geram karena dianggap mengganggu kenyamanan dan keindahan tata ruang istana, raja pun memerintahkan para prajuritnya untuk merobohkan gubuk milik nenek tua tersebut. Kebetulan, saat itu si nenek sedang keluar mencari sesuap nasi sehingga memudahkan para prajurit untuk merobohkannya karena tidak perlu lagi ada negosiasi apalagi perlawanan. Tidak lama kemudian, nenek ini pulang dan betapa hancur hatinya ketika melihat gubuk yang menjadi kediamannya itu hancur rata dengan tanah. “Siapa yang tega merobohkan rumahku?” tanya nenek. Tidak lama kemudian nenek itu akhirnya mengetahui bahwa orang yang merobohkan rumahnya itu adalah para prajurit yang diperintah oleh raja. Nenek ini lantas menengadahkan tangannya ke langit, air matanya mengalir, hatinya pun menjerit dan memohon keadilan kepada Allah atas apa yang terjadi dan menimpanya hari ini. “Ya Rabb, tadi aku sedang tidak ada, sedangkan Engkau selalu ada dan mengetahui apa yang terjadi,” ucap nenek itu. Allah pun menjawab doa nenek tua yang miskin itu, perlahan tapi pasti pembangunan istana milik sang raja mulai mangkrak dan akhirnya runtuh dengan sendirinya. Salah satu hikmah yang bisa diambil dari kisah ini adalah tentang pentingnya seorang pemimpin bersikap adil dan hati-hati dalam memutuskan sebuah perkara. Jangan sampai ada pihak-pihak yang merasa terzalimi dan melakukan perlawanan melalui jalur langit. Rasulullah bersabda: وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُوْمِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ Artinya: “Takutlah dan waspadalah terhadap doa orang yang terzalimi karena tidak ada antara ia dan Allah penghalang (mustajabah)”. (HR Bukhari). Selain itu, seorang pemimpin juga harus bisa merasakan penderitaan rakyatnya. Raja sebagaimana dalam kisah ini langsung merobohkan gubuk itu karena hanya memikirkan pribadi dan kelompoknya tanpa sama sekali memikirkan apalagi merasakan posisi si nenek miskin tersebut

Sumber: https://islam.nu.or.id/

Editor: Alima sri sutami mukti

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *